Sobat,
semua tentu tahu,kejayaan sebuah bangsa tak hanya diukur dari
kemegahan bangunannya. Ada faktor yang lebih penting dari itu, yakni
perpustakaannya. Sebab, bangsa yang tidak mengenal perpustakaan bisa
dipastikan sebagai bangsa yang bodoh dan sulit berkembang. Karena
itulah, bangsa-bangsa besar selalu memiliki perpustakaan, tempat
berkumpulnya orang-orang berilmu. Insting kali ini akan
mengajakmumelihat salah satu perpustakaan paling terkenal, terlengkap
dan terbesar di masa silam. Perpustakaan Alexandria, di Mesir.
Keberadaan perpustakaan besar ini diketahui pertama kali dari inskripsi
yang ditulis Tiberius Claudius Balbilus dari Roma (56 SM). Ia
menyebutkan sebuah perpustakaan yang sangat besar telah dibangun di
Alexandria. Perpustakaan kerajaan itu diperkirakan dibangun pada awal
abad ke-3 SM oleh Ptolemy II (ada juga yang menyebut dibangun tahun
283SM oleh Ptolomeus I Soter). Perpustakaan ini dibangun untuk menarik
orang-orang bijak dari berbagai belahan dunia agar datang ke Mesir.
Sang raja konon sangat ingin membawa Mesir menuju peradaban yang
tinggi. Untuk itu ia memerintahkan agar menyalin seluruh buku di dunia
untuk menjadi koleksi perpustakaan ini, agar seluruh masyarakat bisa
belajar berbagai pengetahuan dan hikmah.
Pada masa itu, pelabuhan Alexandria sangat ramai dikunjungi berbagai
kapal. Umumnya awak-awak kapal itu selalu membawa buku untuk menemani
perjalanan. Ketika kapal berlabuh, para pemuka kota mengunjungi awak
kapal, meminjam buku mereka dan menyalin isinya. Salinan ini ditulis di
atas gulungan kertas papirus, lalu diletakkan di perpustakaan. Sebelum
menjadi koleksi umumnya salinan ini diperiksa lebih dulu oleh para
editor perpustakaan. Beberapa editor terkenal adalah Zenodotus dari
Ephesus (akhir abad 3 SM), Aristophanes dari Byzantium (awal abad 2
SM), Aristarchus dari Samothrace (pertengahan abad 2 SM), dan Didymus
Chalcenterus (abad 1 SM), ahli tata bahasa.
Bila dilihat dari asal daerah para editor ini bisa kita simpulkan bahwa
perpustakaan Alexandria memiliki reputasi sangat tinggi karena mampu
menarik banyak orang pandai dari berbagai belahan dunia. Terbukti
banyak orang non Mesir yang bersedia menjadi editor alias kepala
perpustakaan. Hal ini dimungkinkan karena penguasa memang memosisikan
Alexandria sebagai kota intelektual. Di sini banyak diselenggarakan
berbagai pertemuan intelektual, tempat orang-orang bertukar pikiran
mengenai sejarah, filsafat, sastra, ilmu eksakta, dll.
Koleksi Lengkap
Perpustakaan ini memiliki 700.000 koleksi buku. Semua buku ini disusun
menurut temanya. Beberapa koleksinya yang berharga adalah: Homer,
Hesiod, Sappho, Apollonius, Theocritus, dan Aratos, untuk kategori
syair. Sophocles, Euripides, dan Aristophanes untuk kategori drama.
Buku-buku filsafat Plato, Aristoteles, Philon. Buku-buku Hecataeus,
Herodotus, Hecataeus dari Abdera untuk kategori sejarah. Juga ada
buku-buku fisika seperti bukunya Archimedes, Hipparchus dan Hypatia.
Buku-buku kedokteran juga ada, di antaranya Medicine Corpus of
Hippocrates, dan Herophilus (anatomi). Disebutkan, satu-satunya salinan
Undang-undang Roma Purba yang ditulis 700 tahun sebelum kelahiran Isa,
juga dikoleksi di sini.
Selain mengoleksi buku-buku, perpustakaan ini juga berkerja keras untuk
membuat sejarah Mesir lengkap. Bahkan usaha ini melibatkan banyak
sejarahwan dari berbagai negara. Diodorus, sejarahwan terkenal masa
silam merekam usaha itu dalam laporannya yang berbunyi, "Bukan hanya
pemuka Mesir saja yang bekerja keras menyusun sejarah Mesir, tapi juga
orang-orang Yunani yang berasal dari tempat-tempat jauh seperti Thebes.
Di bawah pengarahan Ptolemy dari Lagos mereka bekerja sangat cermat."
Diketahui beberapa di antara sejarahwan Yunani yang dimaksud itu adalah Manethon dan Hecataeus dari Abdera.
Hilangnya Harta Berharga
Sungguh disayangkan, kemegahan perpustakaan besar ini berkali-kali
dihantam nasib buruk. Diketahui ada tiga kejadian yang merusak
perpustakaan ini. Pertama, menurut dokumen berjudul Kronik Perang
Alexandria karya Titus Livius, kaisar Roma, Julius Caesar memerintahkan
untuk membakar gedung itu dalam perang melawan Ptolomeus. Kebakaran
itu memusnahkan sebagian naskah berharga. Saat kebakaran, hampir
seluruh warga kota turun tangan memadamkan api (cinta sekali ya mereka
dengan perpustakaannya)
Kedua, penyerangan yang dilakukan oleh bangsa Aurelian sekitar abad 3
SM. Ketiga, kerusuhan yang terjadi akibat jatuhnya Theophilus. Pada 300
M, perpustakaan ini akhirnya berhenti berdenyut. Tak ada lagi
perpustakaan yang sebanding dengannya hingga tongkat ilmu pengetahuan
beralih ke tangan muslim pada abad ke-7 M. Kaum muslim kemudian
membangun perpustakaan besar pula, bernama Dar al 'ilm
Reinkarnasi di zaman Modern
Karena reputasinya yang luar biasa di masa lalu, pemerintah Mesir
kemudian membangun kembali perpustakaan Alexandria. Pembangunan ini
memakan biaya 230 juta dolar Amerika. Dananya diperoleh secara
patungan. Diantara donatur adalah Arab Saudi yang menyumbang 65 juta
dolar, dan Norwegia 3,44 juta dolar (dalam bentuk mebel).
Perpustakan baru ini dibangun di dekat lokasi perpustakaan lama, kota
Alexandria. Diresmikan oleh Presiden Mesir Husni Mubarak tahun 2002.
Perpustakaan besar ini mampu menampung delapan juta buku. Direktur
Perpustakaan Alexandria Ismail Serageldin, pada peresmian perpustakan
bertekad akan mengembangkan perpustakaan ini sebagai pusat belajar
untuk sains dan teknologi, ilmu humaniora, seni dan kebudayaan serta
pembangunan.
Erasthostenes
Si Buta Dari Gua Ilmu
Editor alias Kepala Perpustakaan Alexandria merupakan jabatan sangat
bergengsi di masa dulu. Tak sembarang orang bisa menduduki jabatan ini.
Fit and proper tesnya sangat ketat. Karena itulah, meski perpustakaan
ini ada di Mesir, namun kepala perpustakaannya tak mesti orang Mesir
pula. Orang non Mesir boleh menduduki jabatan ini asal lolos seleksi.
Pmailis, salah satu editor terkenal itu adalah Erasthostenes (270-190
SM). Ia merupakan filosof, ahli matematika dan astronom dari Yunani.
Hidup di zaman Kaisar Ptolemeus III, 236 SM. Ia dikenal sebagai orang
yang suka belajar. Selama menjabat sebagai kepala perpustakaan, ia
berhasil mengembangkan metode mencari bilangan prima dan metode
pengukuran keliling bumi. Ia banyak mengamati berbagai kejadian
sederhana di bumi, berdasarkan pengamatannya ia tahu bumi itu bulat.
Beberapa bentuk pengamatannya adalah: setiap tanggal 21 Juni, semua
dasar sumur di Shina (Aswan) pinggiran sungai Nil terkena cahaya
matahari, artinya matahari benar-benar tegak lurus. Pada tanggal yang
sama di Alexandria, ia melihat tugu-tugu membentuk bayangan karena
sinar matahari. Dari kejadian tersebut Erathostenes percaya bumi
berbentuk bulat dan beranggapan kota Alexandria dan dan Shina berada
pada meridian yang sama. Lelaki cerdas yang lahir di Syrene pada 275 SM
ini merupakan murid yang banyak mencuri perhatian guru selama belajar
di Alexandria dan Athena, Yunani. Meskipun ia dilanda kebutaan sekitar
tahun 195 SM, ia tetap gigih mempelajari ilmu dan menyebarkannya pada
khalayak luas. Ia menghembuskan napas terakhir tahun 194
SM.(mutoha.blogspot/maya
Perpustakaan Alexandria Baru
Cinta Lama Yang Bersemi Lagi
Pembangunan kembali Perpustakaan Alexandria yang runtuh ibarat pepatah
'cinta lama bersemi kembali.' Banyak pihak yang bersuka cita menyambut
rencana pemerintah Mesir membangun kembali kejayaan perpustakaan megah
itu. Bahkan Suzanne Mubarak, istri Presiden Husni Mubarak sampai
melakukan presentasi di Museum British London untuk meminta bantuan.
Usahanya itu mendapat sambutan hangat. Banyak pihak mengulurkan
bantuannya. Donatur datang dari Arab Saudi yang menyumbang 65 juta
dolar hingga Norwegia 3,44 juta dolar (dalam bentuk mebel).
Perpustakaan berbiaya 230 juta dolar Amerika itu berbentuk unik.
Bangunannya menyerupai silinder, dengan banyak jendela. Dinding bagian
Selatan dihias potongan batu granit. Permukaan bebatuan yang tidak
rata, ditulisi simbol huruf seluruh dunia. karena letaknya di tepi laut
Mediterania, bila malam tiba, kesan dramatis muncul dari permukaan air
yang memantulkan cahaya lampu jalan yang berwarna keemasan. Konon,
bangunan yang dirancang oleh kantor arsitek Snohetta, Norwegia ini
mendekati bentuk aslinya.
Ruang utama perpustakaan sangat luas. Berbentuk setengah lingkaran
dengan diameter 160 m, mampu menampung hingga 2.500 orang (aslinya,
Perpustakaan Alexandria lama bisa menampung hingga 5.000 orang).Gedung
ini memiliki tujuh lantai, 37 m di atas tanah dan 15,8 m di bawah tanah.
Rak-rak buku berjajar dalam ruangan besar, seukuran empat kali
lapangan bola. Disebutkan, perpustakaan ini mampu menampung 8 juta
buku.
Perpustakaan Alexandria memiliki banyak koleksi berharga. Di antaranya
5.000 koleksi penting berupa manuskrip klasik tentang aneka pengetahuan
dari abad 10 M-18 M. Juga ada catatan penting Napoleon berjudul
Description de'lEgypte, yang menceritakan peristiwa Prancis menyerbu
kota Alexandria.
Gedung ini diresmikan Presiden Mesir Husni Mubarak tahun 2002. Direktur
Perpustakaan Alexandria Ismail Serageldin, pada peresmian perpustakaan
bertekad akan mengembangkan perpustakaan ini sebagai pusat belajar
untuk sains dan teknologi, ilmu humaniora, seni dan kebudayaan serta
pembangunan.(Museum Arsitektur Norwegia/korantempo/Maya)
Ptolemy III Eurgetes
Membuat Buku Semanis Gula
Meskipun perpustakaan Alexandria di bangun pada masa Ptolemy I Soter,
namun pada masa Ptolemy III Eurgetes lah perpustakaan ini berkembang
pesat. Ia merupakan generasi ketiga Dinasti Ptolemaic yang memerintah
Mesir. Ptolemy III Eurgetes merupakan putra Ptolemy II Philadelphus,
naik tahta setelah ayahnya meninggal tahun 246 SM.
Di bawah pemerintahannya, koleksi perpustakaan Alexandria meningkat
pesat. Seluruh pendatang baru Alexandria diwajibkan memberikan beberapa
buah buku pada perpustakaan untuk diperbanyak. Ptolemy III Eurgetes
juga memerintahkan untuk mencari perangkat yang bisa mendukung segenap
aktivitas perpustakaan. Demi mendapat yang terbaik, ia bahkan
memerintahkan untuk mencarinya ke seluruh wilayah Mediterania, dari
Rhodes hingga Athena.
Untuk meningkatkan kualitas, perpustakaan ini juga menjalin hubungan
dengan perpustakaan lainnya. Salah satu yang paling erat hubungannya
adalah perpustakaan Pergamun di Yunani yang dibangun oleh raja Eumenes
II. Ilmuwan kedua perpustakaan saling bertukar ilmu dan pemikiran.
Hmm, luar biasa ya. Bikin kita jadi iri aja. Pantas banyak ilmuwan
masyhur lahir dari Perpustakaan Alexandria, sebut saja Archimedes,
Euclidus atau Heron. Karena itu tak mengherankan kalau perpustakaan ini
diibaratkan gula. Ia mampu menarik semut-semut pencari ilmu dari
berbagai penjuru dunia untuk mendatangi Alexandria, belajar dan akhirnya
menerangi dunia dengan ilmu yang didapat.